“Ahli taxonomi luar negeri saja ngeri melihat anthurium Indonesia yang harganya menggila. Bagaimana tidak, harga anthurium Indonesia tertinggi dari harga anthurium di dunia,” kata Ketua Komunitas Anthurium Indonesia (KAI) Pusat – Bona Ventura Sulistiana.
Masih ingat peristiwa tahun lalu, bagaimana harga gelombang cinta merosot tajam? Banyak pertanyaan muncul, apakah ini strategi permainan pasar atau memang eksistensi anthurium sudah tergoyahkan? Satu hal yang pasti, pergerakan anthurium perlahan mengalami degradasi atau kemerosotan. Joko Arifin misalnya – Pebisnis Anthurium di Madura ini mengaku, kalau penjualan anthuriumnya tak selancar tahun lalu. Bahkan ia memendam kecewa, karena anthurium yang ia beli tahun lalu dengan harga tinggi, sekarang terpaksa dijual murah. “Daripada modal tak balik. Jadi, saya jual murah saja dan untung yang didapat pun tak seberapa,” tandas Joko. Pada dasarnya, fenomena ini wajar terjadi di dunia tanaman hias. Mungkin inilah yang dinamakan siklus. Artinya, bukan hal baru terjadi dinamisme perputaran tanaman yang tengah diminati masyarakat. Itulah yang terjadi pada kasus anthurium yang dikenal fenomenal dan tak hanya melibatkan segelintir orang. Sebab, di sini juga melibatkan keterkaitan peran petani, pedagang, pebisnis, penghobi, dan kolektor.
Kesimpulannya bahwa permasalahan ini berpusat pada tidak stabilnya harga anthurium secara global. Bahkan terkesan dibuat tak masuk akal dengan bandrol harga selangit. Ini yang membuat sebagian orang mengambil kesimpulan kalau bisnis anthurium bersifat semu. Masalah ini yang kemudian dijadikan tema pembahasan KAI belum lama ini di Surabaya bersamaan dengan pengukuhan pengurus KAI Jatim.
Koreksi Harga
KAI yang merupakan wadah penaung segala sesuatu yang berkaitan dengan anthurium menanggapi cermat permasalahan ini. Bahkan, kata Bona, KAI sudah menggelar pertemuan dengan petani anthurtium di Karangpandan, Jawa Tengah (Jateng). Dari hasil pertemuan itu, seperti dijabarkan dalam pengukuhan pengurus KAI Jatim, diperoleh kesepakatan untuk menentukan standarisasi harga anthurium. Hanya kesepakatan itu masih ditujukan untuk standar harga gelombang cinta. Koreksi harga anthurium ini, selain untuk meminimalis tingkat kecemburuan sosial, juga untuk mengambil alih pasar dunia. Artinya, Indonesia harus siap dengan gaung pasar ekspor. “Jadi, Indonesia tak hanya jago kandang. Tapi juga dapat membuktikan kualitas anthurium lokal untuk siap pamer,” imbuh Bona.Untuk merealisasikan hal ini, tentu bukan perkara mudah. Sebab, terlebih dulu yang harus dilakukan adalah dengan menyesuaikan situasi global. Di sinilah, suatu organisasi mengambil peran penting untuk jadi barometer perkembangan anthurium. Bahkan jika anthurium Indonesia bisa menembus pasar dunia akan jadi pemasukan sendiri bagi devisa negara.
Bicara tentang pasar, tentu tak hanya melihat faktor kuantitas. Kualitas juga jadi prioritas untuk mempengaruhi pasar. Terlebih untuk dunia tanaman yang lebih mengandalkan kualitas tampilan, seperti anthurium yang elok karena karakter daunnya.
Berdasar pengamatan beberapa ahli taxonomi dunia, setiap negara memiliki jenis tanaman anthurium dengan karakter berbeda. Seperti halnya Indonesia, merupakan salah satu negara yang mampu memproduksi anthurium spesies kualitas, dimana anthurium yang tumbuh di Indonesia memiliki karakter eksotik dibanding anthurium negara lain. Tak dikhawatirkan, masih kata Bona, kualitas anthurium lokal akan lebih siap bersaing di pasar global.
Menangkap pasar yang berkaitan dengan beragam even tanaman hias belakangan ini, merupakan suatu bentuk yang bisa memotivasi masyarakat. Seperti halnya berbagai even yang digelar di berbagai kota. Di Jawa Timur (Jatim) sendiri, untuk mendukung perkembangan anthurium, KAI mempunyai program jangka pendek, yaitu dengan membentuk pengkaderan juri untuk ajang kontes anthurium.
“Dengan itu, diharapkan kualitas anthurium bisa lebih terseleksi,” kata Ketua KAI Jatim – Djalu.
Masanya End User
Siklus dalam dunia tanaman bak perputaran mata rantai. Petani, pebisnis, penghobi, dan kolektor saling melakukan sinergi untuk menjaga eksistensi tanaman. Tak heran, jika satu mata rantai terputus akan mempengaruhi lainnya, sehingga perputaran siklusnya akan terputus dan tentu akan merugikan berbagai pihak yang berhubungan.Seperti pada tahun 2006-2007, banyak orang terlibat dalam siklus pergerakan anthurium. Itu semata karena faktor ekonomi. Fenomena itu tak hanya terjadi pada level pebisnis. Tapi semua yang terkait dalam perputaran anthurium, baik dari petani hingga kolektor. Siklus ini berulang secara berkelanjutan hingga berujung pada satu titik kejenuhan pada masyarakat.Parahnya, pada masa ini dibarengi dengan masuknya penghobi baru yang memandang anthurium sebagai aternatif profit oriented. Bukannya untung yang mereka dapat, melihat kondisi masyarakat yang mengalami suatu titik jenuh dan hal ini masih terasa hingga kini.
Siklus dalam dunia tanaman bak perputaran mata rantai. Petani, pebisnis, penghobi, dan kolektor saling melakukan sinergi untuk menjaga eksistensi tanaman. Tak heran, jika satu mata rantai terputus akan mempengaruhi lainnya, sehingga perputaran siklusnya akan terputus dan tentu akan merugikan berbagai pihak yang berhubungan.Seperti pada tahun 2006-2007, banyak orang terlibat dalam siklus pergerakan anthurium. Itu semata karena faktor ekonomi. Fenomena itu tak hanya terjadi pada level pebisnis. Tapi semua yang terkait dalam perputaran anthurium, baik dari petani hingga kolektor. Siklus ini berulang secara berkelanjutan hingga berujung pada satu titik kejenuhan pada masyarakat.Parahnya, pada masa ini dibarengi dengan masuknya penghobi baru yang memandang anthurium sebagai aternatif profit oriented. Bukannya untung yang mereka dapat, melihat kondisi masyarakat yang mengalami suatu titik jenuh dan hal ini masih terasa hingga kini.
Hanya di tahun 2008 ini, mulai banyak end user atau orang yang ‘mencintai’ tanaman untuk dinikmati. Artinya, dalam hal ini peran end user tak hanya sekedar urusan keuntungan yang jadi orientasinya. Tapi lebih pada proses ‘mencintai’ tanaman dengan segala performance dan manfaatnya, sehingga pencitraan anthurium di sini akan terbangun.“Tak ada lagi permainan harga. Sebab, standarisasi harga untuk suatu jenis anthurium dinilai secara rasional. Itu disesuaikan dengan kualitas yang dimiliki tanaman,” ujar Ketua IV Pengembangan&Pemberdayaan SDM KAI – Sulistiyo. Artinya, standarisasi harga untuk jenis anthurium ini ibarat melihat sebuah karya seni. Semakin elok dipandang, tentu sepadan dengan harganya, sehingga tak hanya sebagai alternatif aset bisnis.
Tips Kontrol Harga Anthurium
KAI sebagai komunitas yang menaungi pelaku anthurium, baik dari petani hingga kolektor, memberikan tips khusus untuk mengontrol harga anthurium di pasaran. Bagi Anda yang tertarik untuk bergelut dengan anthurum, tak ada salahnya menyimak tips berikut:
- Pastikan harga yang jadi patokan untuk anthurium disesuaikan dengan faktor rasional. Artinya, jika produknya memiliki kualitas sebanding dengan harga yang dikeluarkan, maka hal ini wajar.
- Cek produk anthurium yang keluar di pasaran, dimana sebelum terjadi transaksi, pastikan untuk mengetahui informasi kondisi pasar. Agar tidak terjadi kesalah-pahaman, informasi bisa diperoleh dari KAI cabang di masing-masing daerah atau media massa.
- Teknik perawatan dan budidaya. Jika ingin menjadikan anthurium sebagai prospek usaha, tak ada salahnya menggali banyak informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan anthurium.
- Mengetahui pasar. Artinya, pengetahuan tentang kondisi pasar perlu diperhatikan. Sebab, itu berguna untuk mengukur sasaran pasar.
Sumber : tabloidgallery.wordpress
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Alhamdulillah, semoga bisa istiqomah dan bermanfaat,
Diharapkan setelah berkunjung untuk memberikan komentar
baik berupa saran maupun kritik yang membangun.