Pesona Jemani

Pesona Jemani
Jemani indukan

Minggu, 21 September 2014

Melacak Indukan Jemani Eka (Escobar)

Silangan Unggulan dari Dua Indukan Berkelas 

" Jemani Cobra Katalog  & Jemani Esmeralda "
Cobra Katalog
Melacak indukan jemani Escobar. Merupakan hal yang harus dilakukan untuk menemukan sebuah jawaban seperti apakah indukan dari jemani yang kemunculannya sempat menghebohkan dunia maya, tempat Anthuriumania biasa berkongkow di internet. Di pertengahan januari tahun 2009 yang lalu Anthuriumania Jakarta memang pada membicarakan jemani ini. Jemani Escobar begitu namanya. Sontak membuat pameran-pameran jadi sarana perburuan, terutama bibitan dan usia remajanya. Sebenarnya dimana keberadaan jemani Escobar yang termasuk hybrid ini. 

Jemani Esmeralda   

Ada kolektor yang boleh dibilang baru di Jakarta ia pemilikinya. Tapi tekesan diam dan jarang menampilkan koleksinya itu ke permukaan. Kecuali turun ke kontes. "Awalnya sih saya tak tahu kalau koleksi saya ini adalah jemani Escobar," tutur Angga, sang kolektor yang tinggal di Slipi, Jakarta Barat. Koleksinya itu memang acap menang di sejumlah kontes di Jabodetabek." Tahunya, saya mengira malah Cobra varian saja," sambungnya. 
Berikut ini Adalah Varian Eka ( Escobar )
Ia yang termasuk pemilik tangan kedua jemani Escobar, menceritakan asal-usul jemaninya itu. Dia membelinya dari tangan salah satu kolektor yang bernama Hendra Bogana. Transaksinya waktu itu senilai Rp 50 juta. "Saya tidak tahu. Kalu jemani yang saya beli dari tangan Hendra adalah jemani Escobar asli. Awalnya saya mengira jemani Escobar ini malah tergolong Cobra varian," senyum Angga.
Varian Escobar 
 Jemani Escobar adalah hybrid hasil silangan dari jemani Cobra Katalog dan jemani Esmeralda. Jadi memang masih ada bau cobranya. Nah.. ternyata dari dua indukan itulah Pak Budi melakukan cross pollination atau penyerbukan silang secara buatan. Dari hal tersebut ia berhasil mendapatkan hybrid yang sekarang namanya melejit, jemani Escobar. "Saya sendiri yang mendapat keterangan itu dari Budi. Dia bilang kalau jemani Escobar merupakan hybrid hasil persilangan Cobra Katalog dan Esmeralda," jelas Hendra Bogana.

Warisan Karakter Istimewa Dua Induknya 

Karakter dari dua indukan jemani papan atas, jelas Escobar mewarisi dua sifat unggul induknya. Gurat uratnya jelas itu karakter khas jemani Cobra Katalog.Begitu pula dengan beberapa bagian dari pola lekukan leher daunnya. Itu karena seperti dituturkan Budi, indukannya jemani Cobra Katalog dijadikan betinanya, sedang jemani Esmeralda sebagai penyumbang serbuksari (pejantan). Dari tongkol jemani Cobra Katalog itu pulalah biji (oce) diambil lalu disemaikan.

 Masterpice Karya Budi Ramayana
Setelah ditelusuri dari mana asal-usul jemani Escobar dan siapa breedernya?? Hendralah yang bisa menjelaskannya waktu ketemu di pameran tanaman hias yang berlangsung di Monas. Ia menyebut, jemani Escobar ini ternyata berasal dari Jateng. Soal siapa yang menyilangkanya ia menunjuk nama Budi Ramayana. Varian tersebut sering disebut dengan nama "EKA Ramayana" dalam artian Jemani Eka hasil silangan dari Pak Budi Ramayana, Namun ada beberapa Anthuriumania menamainya dengan "ESCOBAR" ( Esmeralda silangan Cobra). Pak Budi Ramayana merupakan seorang yang sudah tidak asing lagi bagi Anthuriumania. Ia adalah sosok yang getol memburu dan mengoleksi varian jemani berkelas.
Bentuk daunnya yang lebih cenderung melebar bagian tengahnya, ujungnya tumpul dan oval, adalah ciri khas yang dimiliki oleh jemani Esmeralda. Dan tampilan karakter indah dinilai keutamaan daun Escobar, sudah terlihat mulai dari bibitan 3-5 daun. Pola pertumbuhannya cenderung melebar ke samping. Identitas resmi pola pertumbuhan daun jemani Esmeralda.  
Silangan Unggulan dari Dua Indukan Berkelas, menghasilkan varian berkelas pula. Selamat mencoba untuk berkreatifitas semoga muncul varian-varian baru yang berkualitas dan dapat membangkitkan semangat para petani dan anthuriumania.

Jumat, 12 September 2014

Perjalanan Pendakian Gunung Lawu “Puncak Hargo Dumilah” via Cemoro Sewu

Perjalanan Pendakian Gunung Lawu 
“Puncak Hargo Dumilah” 
Sabtu-Ahad, 6-7 September 2014 ,
Solo-Tawangmangu-Cemoro Sewu



Berawal dari mendengar kabar dari seorang teman kantor sebut saja nama kerennya Rudi Kumbolo, selepas dari pendakian Gunung semeru “Puncak Mahameru”,untuk mengobati rasa rindunya pada damainya alam nan bebas mempesona, ia berniat untuk melakukan pendakian kedua yaitu pendakian gunung lawu “Puncak Hargo Dumilah”, dengan beredarnya informasi tersebut membuat keinginan hati untuk menyertai perjalanan. Saya sendiri sudah lama sekali semenjak tahun 2002 tidak terjun dalam pendakian meskipun banyak tawaran dari teman-teman semasa SMA yang pernah melakukan pendakian bersama ke puncak Gunung lawu “Puncak Hargo Dumilah” dan teman seperjuangan lainnya, mengajak untuk menaklukkan gunung-gunung disekitar pulau jawa. "Rasa keinginan itupun selalu ada dan senantiasa ada", akan tetapi karena suatu hal hingga akhirnya memutuskan tidak menyertai pendakian dibeberapa gunung diantaranya yang pernah ditawarkan teman2 kepada saya adalah pendakian gunung merbabu, merapi, sindoro sumbing, slamet dll. 

Peta Jalur Pendakian
Sepekan setelah beredar informasi dan beberapa teman kantorpun sudah mulai mempositifkan diri untuk ambil bagian, diantaranya sudah ada teman yang berpengalaman dan juga ada yang baru pertama kali melakukan pendakian. Hal inilah yang mendasari saya untuk ambil bagian, menyertai perjalanan pendakian menuju Puncak Hargo Dumilah, kebersamaan dengan teman-teman, serta untuk mengobati rasa rindu kami kepada alam itulah diantara sebab kami untuk melakukan perjalanan ini.

Hari ini Sabtu tangal 6 September 2014, Telah berkumpul teman-teman dikantor 8 personal ,terdiri dari :
Ketua tim pendakian          : Rudi Kumbolo, 
Koordinator perlengkapan : Andri Srigala Pucangsawit 
Angota : Bachtiar Arifin, Ade, Mas Brow (Teman Ade), Imam Firdaus (Pendhoz), Bowo, dan Shidiq
Mereka berangkat dari kantor sekitar pukul 10.30, Ada sedikit insiden ketika akan berangkat tali tas ransel milik Imam pendhoz putus

Persiapan Perbekalan kami

Saya sendiri mulai persiapan sejak subuh, hinga pukul 08.30 mulai berangkat menuju pasar tawangmangu cari sarapan dulu sembari nunggu teman, menunggu itu sesuatu banget. Telah menunjukan pukul 9 pagi di pasar tawangmangu, Soto dan jeruk hangatpun sudah dilahap namun teman2 belum ada kabar, sembari menunggu akhirnya saya putar haluan untuk hunting tamanam kerumah teman dulu, dan kembali menunggu di masjid jam 10.15 , hingga akhirnya pak hamdan dan mas riki menghampiri saya. 

Sebelum berlanjut kisah perjalan kami ini, alangkah baiknya kita mengenal Gunung Lawu

Gunung Lawu terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Puncak tertinggi gunung Lawu (Puncak Argo Dumilah) berada pada ketingggian 3.265 m dpl. Kompleks Gunung Lawu ini memiliki luas 400 KM2 dengan Kawah Candradimuka yang masih sering mengeluarkan uap air panas dan bau belerang. Terdapat dua buah Kawah tua di dekat puncak Gunung Lawu yakni Kawah Telaga Kuning and Kawah Telaga Lembung Selayur.

Banyak sekali tempat-tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat sehingga tidak hanya anak muda, tetapi banyak orang tua yang mendaki Gunung Lawu untuk berjiarah. Masyarakat Jawa percaya bahwa puncak gunung Lawu dahulunya adalah merupakan kerajaan yang pertama kali di pulau Jawa. Gunung Lawu ini sangat berarti bagi Masyarakat Jawa terutama mereka yang masih percaya dengan Dunia Gaib. Terdapat banyak tempat wisata disekitar gunung Lawu seperti Telaga Sarangan, Air Terjun Grojogan Sewu, Tawangmanu, Candi Sukuh, Candi Cetho.

Gunung Lawu dapat didaki lewat Cemoro Kandang (Jawa Tengah) atau Cemoro Sewu (Jawa Timur), jarak kedua tempat ini tidaklah begitu jauh karena bersebrangan/ berbatasan. Dari Tawangmangu kita bisa naik mobil Omprengan menuju Cemoro Sewu atau Cemoro Kandang. Apabila terlalu sore kita harus mencarter mobil dan bila tidak ada mobil kita harus berjalan kaki sekitar 9,5 Km menuju Cemoro Kandang atau 10 Km menuju Cemoro Sewu. Mobil terakhir omprengan biasanya sekitar pukul 17.00, namun bila sedang ramai kadangkala jam 19.00 masih ada mobil omprengan.

Fokus kembali pada perjalan kami:
Saya bersama pak hamdan dan riki (yang keduanya cuma berniat cari pemandangan sampai pos 1 aja) berangkat terlebih dahulu menuju Cemoro Sewu naik sepeda motor, sesampainya dilokasi kami istirahat sebentar sembari menunggu teman-teman yang lain, yakni teman yang berangkat bersama dari kantor dengan naik sepeda motor. Perjalanan dari kantor (solo) sampai cemoro sewu memakan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan. Jam menunjukkan pukul 12.00, rombongan telah berkumpul terdiri dari 9 orang yang menuju puncak dan 2 orang cuma sampai di pos 1. 

Masjid di seberang jalan Base Camp Cemoro Sewu

Sebelum memulai pendakian, kami sholat jama’ qoshor (dhuhur ashar) di masjid an Nur seberang jalan depan Base Camp/ Pos Cemoro Sewu, kemudian dilanjutkan makan siang di warung sebelah barat parkiran utama. Ohya parkir disini sebagai pengendara sepeda motor untuk yang bermalam / mendaki @ Rp 7.500, dan untuk biaya administrasi (perijinan) di tempat pendakian via Cemoro Sewu @ Rp 10.000 lumayan terjangkau. 

Dari Basecamp Gapuro Cemoro Sewu inilah perjalan kami mulai...

Cemoro Sewu atau Watu Sewu?

Cemoro Sewu adalah jalur pendakian yang direkomendasikan karena jalurnya yang sangat jelas dan pendek (7 km) jika dibandingkan dengan jalur Cemoro Kandang (11 km). Kami memulai perjalanan ini sekitar jam 13.30, jalan setapak demi setapak mulai kami lalui. Namun tidak seperti dahulu pemandangan telah sedikit berubah, jangan heran jika kawan-kawan semua tidak akan menjumpai banyak pepohonan cemara (Cemoro Sewu), namun yang nampak adalah apa yang kita lalui yaitu watu sewu (banyak bebatuan), yang terlihat tertata rapi disepanjang perjalanan. Oleh karena itu kenapa jalur ini dinamakan Cemoro Sewu? Karena diawal pendakian kita ditemani dengan banyak pohon cemara (sewu), namun sekarang kuantitas pohon ini semakin berkurang. Ada yang bertambah, yaitu batu-batu dijalur pendakian, bebatuan ini tersusun begitu rapi dari Basecamp sampai Warung Mbok Yem, ini jelas Watu Sewu bukan Cemoro Sewu!


Sekilas seputar cemoro sewu

Pendakian melalui Cemoro Sewu akan melewati 5 Pos. Jalur melalui Cemoro sewu lebih menanjak. Akan tetapi jika kita lewat jalur ini kita akan sampai puncak lebih cepat dari pada lewat jalur Cemoro kandang. Pendakian melalui Cemoro Sewu jalannya cukup tertata dengan baik. Jalannya terbuat dari batu-batuan yang sudah ditata sampai di Pos 4, penataan bebatuan di sepanjang jalur cemoro sewu ini dilakukan oleh swadaya masyarakat dan kabarnya penataan tersebut memakan waktu selama kurang lebih 3 bulan.

Setelah mengurus ijin pendakian kami memasuki pintu gerbang cemoro sewu sesuai dengan namanya seribu pohon cemara, yang di kanan kiri jalan dipenuhi hijau dan segarnya pohon cemara dan pinus. Kami memulai perjalanan ini sekitar jam 13.30.

Perjalanan dari Basecamp menuju Pos 1 memerlukan waktu 1 jam jalan normal. Kondisi fisik jalur pendakian berbatu dan sangat jelas, melalui perkebunan penduduk dan hutan pinus. 


Perjalanan dari Masjid menuju ke Base Camp Cemoro Sewu

Pos 1 di ketinggian 2.100 Mdpl

Sebelum tiba di Pos 1 kita akan melewati 1 pondok kayu (pos bayangan) di kiri jalur dan 1 Pondok Sendang Panguripan di kanan jalur. Jalur ini juga disertai dengan tangga-tangga setapak dari bebatuan. Kami sampai di POS 1 sekitar jam 15.00 jelang ashar, keterlambatan ini memberikan hikmah tersendiri karena kami adalah tim/rombongan yang senantiasa menjaga kebersamaan. Satu teman kami, sebut saja si Bachtiar merasa kelelahan diawal karena tidak terbiasa membawa bawaan yang berat akhirnya bergantian tas ransel dengan saya untuk memulihkan kondisi, juga tak lupa memberikan sedikit kurma buat menambah kekuatan. Setelah sedikit pulih tenaganya diperjalanan menuju POS 1, tas ransel kami tukar kembali agar terbiasa dengan bawaannya. 

Perlu diingat yang males bawa perbekalan yang memberatkan seperti saya ini, maka cukupkan diri dengan bekal ala kadarnya yang mencukupi tapi harus menanggung konsekuensinya yaitu sedikit kedinginan, berkumal dengan pakaian yang ada ”ala tarzan” hehe..


Pos 1 adalah pondok cukup panjang yang cukup untuk kapasitas 2-3 tenda, selain itu terdapat 3 warung di kanan dan kiri jalur. 

POS 1 
Menuju Pos 2 jalur melewati batu-batuan dengan kemiringan yang cukup tajam. Kita akan melewati tempat yang dianggap keramat yakni Watu Jago, sebuah batu besar yang bentuknya menyerupai ayam jago. 
Watu Jago
Pos 2 di ketinggian 2.300 Mdpl

Kondisi fisik jalur Cemoro Sewu bisa dikategorikan membosankan, selain bebatuan yang tiada akhir, jalur ini juga tidak disertai dengan pemandangan yang menarik terlebih musim kemarau tanaman sedikit mengering, Akan tetapi ketika mendaekati Pos 2 mata kita akan disajikan pemandangan menarik di dinding dinding perbukitan akan tampak beragam lukisan dan ukiran alam terbentang . Waktu tempuh normal Pos 1 ke Pos 2 (2300 mdpl) adalah 1 jam 30 menit merupakan jarak terpanjang di jalur ini, bangunan pondok beratap seng adalah titik hentinya. 

Disekitar Pos 2 terdapat 2 lahan yang dapat digunakan untuk membangun tenda. Sebelum sampai di Pos 2 kita akan melewati 1 batu yang cukup besar berdiri tegak di kiri jalur, Watu Jago. Dinamai demikian karena batu ini menyerupai jambul ayam jago. Disekitar Pos 2 di dinding- dinding tebing disuguhi pemandangan lukisan dan ukiran alam, sang santigi berdiri kokoh dibebatuan menjulang.

Kondisi Pos 2
Kamipun istirahat sejenak melepas lelah memulihkan kondisi, dan setelah itu tak berlama - lama kamipun melanjutkan perjalanan ini.


Pos 3 di ketinggian 2.500 Mdpl

Perjalanan dari Pos 2 menuju Pos 3 medan yang dilalui mulai berat dengan trek yang lumayan panjang, bebatuan tajam dan tanjakan siap menghajar tanpa ampun sama sekali, sepertinya ini trek yang paling panjang sekaligus melelahkan karena tanjakan demi tanjakan tanpa ada habisnya dan harus selalu mengawasi dimana kakimu berpijak karena bebatuan lancip dan tidak rata ,salah injak bisa keseleo/cedera. Jarak tempuh dari pos 2 ke pos 3 sekitar 60 menit perjalanan. Kamipun disambut penghuni gunung berupa burung seperti burung jalak yang begitu bersahabat. 

Mendekati Pos 3 bau belerang tercium mulai tajam terutama di pagi hari karena di dekat Pos 3 jalur cemoro sewu terdapat kawah Condrodimuka yang membentuk sungai kawah yang memisahkan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Pos 3 ditandai dengan bangunan pondok dengan kondisi fisik yang sama dengan pondok pos lainnya.

Berdasarkan mitos yang tersebar sangat tidak direkomendasikan untuk camp di pos ini karena merupakan pos ter-angker yang ada di Gunung Lawu.

Hal ini bisa dijelaskan secara logis, larangan untuk tidak bermalam di Pos 3 dikarenakan kandungan sulfur di pos ini adalah yang tertinggi, terutama pada malam hari. Saat malam konsentrasi sulfur yang dikeluarkan kawah bertambah, sehingga membahayakan pendaki.
Diperbukitan Aku berdiri
Dalam perjalanan kami berjumpa dengan tim pendaki yang lain, baik dari Jogja, semarang, Jakarta, UNS dan UMS. Yang terkesan dan memberikan sebuah semangat, sebut aja 3 orang ( yaitu 2 pemuda dan seorang perempuan), kondisi si perempuan sedang terluka /mungkin kram pada kaki, namun tetap semangat dalam melangkah meskipun sebentar-bentar istirahat. Kami menyebut mereka dengan tim melon. Apa itu tim melon ? MeLon sebuah singkatan dari (mlakune alon) . Sedangkan kami menjuluki diri tim semangka.. ( semangat kakak ),.

Saya sendiri memutuskan mengawal rekan kami yang jalannya agak lambat, 5 teman kami udah jauh kedepan. Saya, Ade, Mas brow dan Bachtiar.. Lumayan tertingal, setiap kali berpapasan dan saling melanggar dengan tim melon. Kamipun berupaya menumbuhkan semangat.. Jangan kalah dengan tim melon, akirnya kamipun saling menyindir antara tim semangka dan melon..

Ditanjakan yang semakin menjulang keatas menuju Pos 4 kami bisa mendahului dan menjauh dari tim Melon. Dan akhirnya kami berjumpa dengan 5 rekan kami lainnya yang sudah berusaha menunggu kami.

Perjalanan dari pos ketiga ke pos ke empat, karena hari makin sore sekitar jam 17.30 rombongan terpaksa harus dibagi menjadi 2 team, tim gerak cepat maju kedepan menyiapkan camp di pos 4 terdiri dari 5 orang, sedangkan team gerak lambat karena adanya teman yang baru pertama kali pendakian setiap tanjakan demi tanjakan harus istirahat sebentar.


Pos 4 di ketinggian 2.800 Mdpl

Kamipun merasakan bahwa inilah trek yang sesungguhnya, menuju Pos 4 trek yang dilalui semakin berat jalan bebatuan menanjak yang curam dengan kemiringan benar-benar siap menguras tenaga kami. Alon-alon sing penting kelakon inilah jurus melon walaupun dengan jurus merangkak sekalipun hehehe, namun jurus semangka (semangat kakak) memberikan tenaga baru, motivasi yang luar biasa. Dalam perjalanan tersebut kabar baiknya yaitu walaupun curam dan nanjak minta ampun tapi treknya tidak sepanjang menuju Pos 3. Bahkan saking asyik dan tekunnya kita menaiki tangga bebatuan (hehehe...) tanpa disadari kita sudah tiba di Pos 4 yang hanya berupa cerukan kecil di bukit seperti Goa kecil tanpa shelter. 


Kondisi Pos 4
Perjalanan dari pos 3 ke pos 4 menghabiskan waktu sekitar 60 menit, sebelum tiba di pos 4 jalur pendakian menjadi tangga berbatu dengan kanan dan kiri disertai dengan besi sebagai pegangan. Dan beberapa tangga serta besi pegangan telah rusak dimakan usia. Pos 4 hanya lahan kecil berbatu kapur yang hanya cukup 1 tenda, namun sangat tidak direkomendasikan karena berbahaya jika badai. Agak keatas sedikit dari Pos 4 ada tanah sedikit lapang kekanan arah jurang, disitulah kami mendirikan 2 tenda. Kami melihat disekitar juga telah berdiri tenda-tenda rombongan pendaki lain.

Tak lama kemudian, waktu menunjukkan 18.50, kamipun baru sampai, sedangkan tim gerak cepat sudah sampai lebih dahulu sekitar jam 18.30. Kami bergegas membantu tuk mendirikan tenda dan mencari kayu bakar. Sekitar Jam 19.20 tenda, perapian serta kopi hangatpun siap untuk disruput hmm begitu nikmatnya. Kamipun bergantian jaga dan sholat.

Sembari di perapian api unggun yang telah dibuat, ada tamu 2 orang yang baru datang, sebentar berbincang dan akhirnya memutuskan membuat tenda di seberang dekat tenda kami. Namun nasibnya begitu malam kompornya meleduk karena gasnya bsedikit bocor diperjalanan.

Saya di tenda 2 dekat jurang, didalamnya terdapat teman2 saya Bowo, Ade, Shidiq., Sedangkan di tenda 1 terdiri dari Rudi kumbolo, Pendhoz, Andri, Mas Brow, Bachtiar. Tenda sebelah emang berisik tidak tahu kenapa, mungkin ada yang menyebarkan bom sehingga baunya membuyarkan formasi. hehehe..

Ohya mengulas sebentar, teman yang satu ini si Ade malah males2an gak bantu apa-apa, eh malah tiduran ditenda aj, tapi.. dia sadar diri daripada dibuli dikantor ... Ia segera bangun gantian buat mie rebus ala chief ade hehe

Hari semakin gelap sekitar jam 21.00 kamipun bergegas tidur, karena rencana akan bangun jam 4 tuk melanjutkan perjalanan menuju puncak. Malam itu cuaca sangat cerah tapi angin kurang bersahabat, berhembus kencang membuat suara bisik menerpa tenda tenda kami, hingga tidur kami tidak nyenyak. Jelang malam ada teman kita yang kelaparan sebut aja si Phendhoz.. , akhirnya dia sama mas andri srigala pucang memasak mie malam hari.. Saking banyaknya yang dimasak , mienya-pun tersisa dan akhirnya dibuang begitu saja tanpa ada yang mau menghabiskannya.

Trek Pendakian dari Pos 4 menuju Pos 5
Pos V

Malampun kian larut, suasana semakin dingin dan hempasan angin menidurkan tubuh kami yang lelah. Tidurpun tidak senyenyak dirumah, dari pukul 12 malam, 3 pagi, dari miring kekanan ke kiri hingga berdumpel dengan teman-teman dan benahin sleeping bag untuk memperoleh kehangatan, kini tibalah Jam menunjukan pukul 04.00 kamipun bergegas bangun dan persiapan tuk melanjutkan perjalanan. 

Malam yang masih remang-remang ditemani sang rembulan bertaburan bintang dicakrawala langit kamipun memulai melangkahkan kaki menuju Pos V dan menuju puncak hargo dumilah. Perjalanan sedikit terhambat karena banyaknya rombongan pendaki yang lain sekitar 30 menit melewati tanah datar disertai bebatuan kami menyusuri pinggitran bukit, terpaan angin begitu bebasnya membuat kami mulai kedinginan karena memang selain suhu yang semakin dingin,anginnya juga lumayan kencang tanpa penghalang menghempas tubuh kita. Segala perlengkapan penahan dingin kami kenakan. Tak selang begitu lama sampailah kami di Pos V atau Pos Sumur Jolotundo.

Pos V atau Pos Sumur Jolotundo, terletak di Goa Jolotundo, salah satu tempat yang di anggap keramat di Gunung Lawu.

Di dalamnya terdapat sumber air sangat bersih,namun untuk mengakses ke dasar goa lumayan sulit karena selain gelap juga licin dan jauh ke bawah. Menurut Mbok Yem, jika air di sendang Drajat sedang surut, beliau dan orang-orang sekitar mengambil air dari sumur Jolotundo ini.


Sendang Drajad

Dari Pos V kita lanjutkan perjalanan agak sedikit menurun kemudian sedikit menanjak melingkari bukit yang disekelilingnya terdapat padang ilalang dan edelweis untuk mencapai Sendang Drajad, disana terdapat Warung lain selain mbok Yem, dulunya warung ini kecil namun sekarang sudah dibangun cukup luas dan bisa menampung banyak orang yang menginap. Disini juga terdapat sebuah mata air yang dinamakan Sendang Drajad, yang juga merupakan salah satu sumber mata air yang di keramatkan oleh masyarakat, disampingnya juga telah dibangun sebuah bangunan untuk bermeditasi/berdoa..

Sendang Drajat

Kita juga bisa mengisi perbekalan air minum disini.
kita dapat berjalan terus ke Argo Dalem, dengan melewati punggungan bukit sekitar 30 menit, kita akan menemukan pertigaan yang kekiri langsung menuju puncak Argo Dumilah ( 3.265 m dpl) sedangkan ke kanan menuju ke Argo Dalem (3.148m dpl). Dari pertigaan ini, untuk menuju puncak Argo Dumilah hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit, kita memutuskan berlanjut menuju puncak, diremang-remang pagi itu bersamaan gemerlap sorot cahaya lampu senter kami menyusuri perbukitan . Kamipu berpisah dengan rombongan karena banyaknya pendaki yang lain. Saya sendiri memperlampbat langkah kaki menunggu teman dan membersamainya , kami bertiga yi bersama Pendhoz da bachtiar segera bergegas agar tidak ketinggalan menyaksikan sunrise dipagi itu, ditengah perjalanan saya memutuskan tuk sholat subuh terlebih dahulu, kemudian melanjutkan perjalanan. 

Selang waktu beberapa menit kami telah sampai dipuncak Hargo Dumilah, sembari menanti sunrise teman2 pada berfoto ria, sebelumnya temen2 yang belum sholat shubuh beserta teman yang lain sholat disekitar kawasan puncak 


Hargo Dumilah di ketinggian 3265 Mdpl

Kalian Dapat Salam dari Puncak Hargo Dumilah 3265 Mdpl
Dari Sendang Drajat kami melanjutkan perjalanan menuju ke Puncak Gunung Lawu yaitu Puncak Hargo Dumilah dengan jarak tempuh sekitar 30 menit yang berupa dataran yang berbukit-bukit dan terdapat titik trianggulasi.

Dari arah puncak kita dapat menikmati pemandangan yang sangat menawan. 



Selain Matahari terbit, bila kita memandang ke arah barat, akan tampak puncak Gunung Merapi dan Merbabu, dan arah timur akan terlihat puncak Gunung Kelud, Butak dan Wilis, sedangkan ke arah selatan tampak samudera Indonesia tergelar dengan indahnya. Benar-benar megah,agung sekaligus Sungguh besar Anugrah dari Sang Pecipta ( Allah Ta’ala )


Diriku bagaikan setitik debu di tengah kemegahan alam raya ini. Seperti tetes embun di hamparan yang luas. Terimakasih diri ini diperkenankan menyaksikan sedikit dari Maha Agungnya kebesaran ciptaanMu melalui keberadaanku di Puncak tertinggi Gunung Lawu ini. 


Salam dari Kami untuk kalian, kami disini sebagai refleksi kecintaan kepada tanah ait, kecintaan kepada sang Kholiq yang telah menciptakan Alam semesta, Sungguh diri ini amat kecil dan lemah tanpa rahmat dan kasih sayangmu, tanpa kemudahan yang telah berikan kepada kami, Anugerah keindahan alam yang begitu memberikan inspirasi bagi kami.


Walhamdulillah yang telah menuntun kita untuk mengetahui kebesaran dan Keagungan Allah Ta’ala melalui ciptaan yang luar biasa indah dan megahnya dunia ini.

Mengakhiri kisah petualang perjalanan...
Angin sepoi menerpa wajah
Membelai lembut tubuh yang lelah
Menghantar semangat kembali melangkah
Choy ... insyaAllah kita akan ketemu kembali disituasi yang berbeda.

Sabtu, 06 September 2014

Merangsang Tumbuhnya Tongkol Jemani

Merangsang Tumbuhnya Tongkol Jemani

Cara terbaik untuk merangsang tumbuhnya tongkol Jemani yang Anda miliki agar cepat keluar, kuncinya terletak pada ketersediaan unsur phospat (P) dalam Anthurium bersangkutan. Unsur P sendiri memiliki peran penting dalam pembentukan bunga (tongkol), buah dan biji.  
Sumbe-sumber P bisa didapatkan dari kompos, pupuk kandang dan pupuk buatan. Sumber P alami bisa dari pupuk organik, kompos, bokashi, pupuk kandang dan arang sekam. Sementara pupuk buatan pabrik yang mengandung P tinggi mampu merangsang tumbuhnya tongkol. Beberapa diantaranya SP-36, NPK 16-16-16, Dekastar dan Blacastar untuk pembuahan. 
Blacastar dan Dekastar adalah tergolong pupuk majemuk karena mengandung unsur N, P dan K lengkap. Untuk merangsang keluarnya tongkol itu, pilih yang kadar P nya tinggi. Pupuk ini diberikan setiap 1 bulan sekali dengan dosisi 1-2 sendok teh yang disebar di atas media tanam atau ditugalkan sejauh 15-20 cm dari tanaman. 
Bakalan biji yang jadi
Sebaliknya SP-36 adalah pupuk tunggal dengan kandungan P tinggi. Pemakaiannya sebisa mungkin dioplos dengan Urea dan KCL dengan perbandingan Urea (1 bagian), SP-36 (2 bagian), dan KCL (1 bagian). Satu tanaman cukup diberi oplosan pupuk tersebut sebanyak 1-2 sendok teh. 
Selain menggunakan pupuk P, merangsang keluarnya tongkol jemani bisa dilakukan dengan penyemprotan hormon perangsang sekelas Atonik, Abitonik dan GA3. Ketiganya merupakan ZPT yang mampu memacu keluarnya bunga dan buah termasuk tongkol Anthurium. Bahan ini cukup disemprotkan pada daun-daun tanaman setiap 1-2 minggu sekali dengan dosis 2 cc per liter air. 
Sementara GA3 juga merupakan jenis ZPT yang cepat memacu keluarnya tongkol. Bahan ini cukup disemprot pada daun-daun tanaman setiap 2 minggu sekali dengan dosis kecil yakni 0,5 - 1 cc per liter air. Selamat mencoba dan bereksperimen.
Sumber : Jemani Klaten